Waktu saya membaca artikel Harvard Business Review yang akan terbit Mei 2011 depan berjudul Effective managers say the same thing twice (or more), saya merasa bahwa laporan studi Prof. Neeley (Harvard Business School) dan Leonardi (Northwestern University) tersebut banyak benarnya. Intinya ada dua: Komunikasi itu sulit dan mahal ongkosnya.
Studi tersebut merekam tiap perilaku komunikasi (mengirim dan menerima pesan) dari 13 manajer di 6 perusahaan selama lebih dari 250 jam (secara kumulatif). Riset ini menemukan bahwa 14% dari komunikasi yang dilakukan bersifat pengulangan pengiriman/penerimaan pesan yang sama, hanya saja dengan menggunakan media yang bervariasi (seperti tatap muka, e-mail, chat, telepon, dan nota dinas)
Temuan lainnya yang menarik dari penelitian di atas adalah pengiriman/penerimaan pesan berulang ternyata menghasilkan penyelesaian pekerjaan yang lebih cepat karena lebih sedikit menghadapi hambatan. Para manajer yang membaca laporan studi ini merasa temuan tersebut merupakan sesuatu yang wajar, dan memang sudah biasa mereka hadapi sehari-hari.
Menyaksikan hal-hal serupa ini terus terjadi membuat saya merasa perlu membuat catatan yang semoga dapat membantu para pimpinan organisasi perusahaan mengatasi permasalahan komunikasi di dalamnya, khususnya perusahaan-perusahaan yang sedang bertumbuh dengan cepat.
Pertama: Pertumbuhan perusahaan dan memburuknya komunikasi
Yang menarik diperhatikan adalah pada masa awal pertumbuhannya, suatu perusahaan umumnya dapat bertumbuh dengan cepat karena kekompakan dan suasana kerja yang kondusif. Biasanya hal ini dimungkinkan karena komunikasi yang lebih baik lebih mudah terbangun di dalam organisasi yang masih kecil ukurannya. Seiring dengan pertumbuhan perusahaan, kerumitan organisasi cenderung terus meningkat dan kelancaran komunikasi sebaliknya cenderung menurun.
Informalitas hubungan komunikasi pada saat skala perusahaan masih relatif kecil mengakibatkan pendekatan persuasif lebih bayak digunakan oleh para manajer. Ketiadaan atau terbatasnya otoritas formal mengakibatkan para manajer berkomunikasi dengan lebih lancar, sekalipun pengulangan lebih banyak terjadi. Media informal yang digunakan pertama-tama oleh manajer tipe ini adalah media yang bersifat instan, seperti tatap muka dan chatting; baru kemudian diperkuat dengan reminder melalui media yang bersifat lebih berjarak, seperti e-mail atau nota dinas. Menurut hasil studi yang saya kemukakan di atas, manajer yang tidak mempunyai otoritas formal akan mengulangi pesannya, 9% lebih banyak daripada manajer yang memiliki otoritas formal.
Sementara itu, manajer pada perusahaan yang lebih besar dan memiliki formalitas otoritas yang lebih jelas, umumnya memilih media komunikasi yang berjarak terlebih dahulu, seperti e-mail atau nota dinas atau SMS. Para manajer di organisasi yang lebih besar dengan otoritas formal lebih tinggi umumnya melakukan pengulangan pesan 12% dari total pesan yang mereka kirimkan.
Menurunnya persentase pengulangan pesan pada organisasi yang lebih besar dan birokratis ternyata menurunkan efektivitas komunikasi internal organisasi pada gilirannya. Banjir informasi di zaman ini ternyata malah mensyaratkan adanya pengulangan pesan para manager secara kuat agar pesan‑pesan tersebut dapat mencapai sasaran, yaitu para penerima pesan yang harus merespons pesan tersebut dengan baik dan tepat waktu.
Kedua: Kesiapan mengubah gaya komunikasi
Ketika organisasi membesar ukuran dan dan kerumitannya akibat pertumbuhan yang terjadi, maka para manajer dan pimpinan perusahaan harus secara sadar dan sengaja mengubah gaya komunikasi mereka. Hal ini biasanya tidak secara alamiah begitu saja. Pertambahan jumlah anggota organisasi baru (terutama di tingkat manajerial) yang biasanya memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan skala usaha, jelas menuntut penyesuaian yang mendasar dari para manajer yang sudah ada pada saat skala usaha masih jauh lebih kecil. Trust merupakan isu besar dalam hal ini.
Salah satu kiat penting yang dapat menjembatani masalah trust di atas adalah pada saat perusahaan sudah mulai menunjukkan gejala ada potensi untuk bertumbuh dengan cepat, pimpinan organisasi perusahaan segera mengalokasikan waktu dengan serius untuk merumuskan budaya dan media berkomunikasi dalam organisasi agar terkristal secara sadar.
Tanpa komunikasi yang baik dan lancar, maka gegap gempita pertumbuhan organisasi, apalagi pada perusahaan publik, hanya akan menimbulkan lebih banyak salah pengertian, sehingga pada gilirannya akan menghasilkan kemandekan laju pertumbuhan. Manajer yang bijak, terutama pada perusahaan publik, pertama-tama harus mampu membangun alam komunikasi dalam organisasi yang sehat, sebelum mampu berkomuikasi dengan para stakeholders eksternal mereka secara efektif.
Kiat kali ini: Jangan ragu mengatakan sekali lagi, berkali-kali! Sehingga semua pesan-pesan penting dalam organisasi dapat mengalir menuju tujuannya dengan efektif. Katakan sekali lagi, berkali-kali!
Bisnis Indonesia,
26 April 2011
Strategi mendorong pertumbuhan perusahaan publik
Oleh: Alberto D. Hanani, managing Partner BEDA & Company